Sunday, February 19, 2012

Fuel Reserves

PERSAINGAN  AMERIKA SERIKAT vs CINA
DAN KELANGKAAN MINYAK BUMI


Energi  merupakan kebutuhan utama untuk pembangunan ekonomi suatu negara.    Tanpa pasokan energi yang memadai, kegiatan industri dan transportasi dapat terganggu dan kelangsungan ekonomi suatu negara dapat terhambat.  Sumber daya untuk memenuhi kebutuhan energi (energy demand) sampai saat ini terutama dari energi tak terbarukan (unrenewable) seperti minyak bumi, gas dan batu bara, disusul energi terbarukan seperti listrik, nuklir, angin dan sinar matahari.    Menurut World Economic Review 2007, konsumsi energi minyak bumi masih menjadi primadona sumber energi untuk pembangunan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan yang  pesat, yaitu rata-rata 1,2 % per tahun.     

  Kemajuan ekonomi suatu negara memberikan konsekuensi terhadap tingginya konsumsi energi minyak bumi.   Dua negara yang membuktikan keterkaitan antara perkembangan ekonomi dengan konsumsi minyak adalah Amerika Serikat dan Cina.  Amerika Serikat, yang sejak tumbangnya Uni Soviet pada awal 1990-an dipandang sebagai kekuatan tunggal (hyperpower) dalam bidang  ekonomi,  politik maupun militer saat ini merupakan negara dengan konsumsi minyak terbesar di dunia.   Sedangkan Cina, yang merupakan kekuatan baru ekonomi dunia dengan pertumbuhan  ekonomi yang sangat pesat, merupakan negara dengan pertumbuhan konsumsi minyak tercepat di dunia.  


Berbanding terbalik dengan konsumsinya yang terus meningkat, produksi minyak dunia semakin lama semakin menurun.  Penyebabnya adalah fakta bahwa minyak bumi merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) yang cadangannya akan semakin langka.  Kelangkaan minyak bumi menimbulkan terjadinya persaingan antar negara dalam dalam menjamin pasokan minyak dari negara sumber minyak serta menguasai cadangan yang tersisa.   Persaingan energi antara dua negara kuat seperti Amerika Serikat dan Cina, tidak hanya berdampak terhadap perekonomian dunia namun dapat pula berpengaruh terhadap bidang politik dan keamanan global.





Gambar 1.      Negara-negara  pengguna minyak terbesar dunia tahun 1960-2006

Konsumsi Minyak Terbesar Dunia
Amerika Serikat, walaupun dilanda beberapa kali resesi, hingga saat ini  masih merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia.   Berdasarkan data dari Central Intellegence Agency (2010),  GDP (Gross Domestics Product) Amerika Serikat merupakan yang tertinggi,  yaitu rata-rata sebesar USD 14,7 Trilliun dengan income perkapita sebesar USD 47.200.   Angka tersebut menggambarkan bahwa Amerika Serikat merupakan negara kaya dengan standar kehidupan masyarakatnya yang tinggi.  Kemajuan ekonomi Amerika Serikat terutama disokong oleh sektor-sektor antara lain; jasa,  industri, pertanian dan pertambangan.





Gambar 2.   GDP Amerika Serikat dari tahun 1950 hingga 2010.

Sebagai sebuah raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat membutuhkan energi yang sangat besar untuk menggerakkan sektor industri dan transportasi.    Sumber energi yang digunakan oleh Amerika Serikat antara lain minyak bumi, gas alam dan batu bara (unrenewable), disamping sumber energi terbarukan (renewable) seperti energi sinar matahari, angin dan nuklir.    Minyak bumi bagi Amerika Serikat masih merupakan sumber utama untuk memenuhi kebutuhan energi, yaitu mencapai  40 % dari total kebutuhan.





Gambar 2.  Konsumsi Minyak bumi (liquids) masih yang paling utama bagi Amerika

Disamping untuk menjalankan roda ekonomi,  minyak di Amerika Serikat juga digunakan untuk mengoperasikan kekuatan militernya yang besar dan modern.    Militer Amerika Serikat merupakan organisasi yang konsumsi minyaknya paling besar di dunia, yaitu sekitar 300.000 BOPD atau hampir setara dengan total kebutuhan minyak negara Swedia.     Berdasarkan data Defense Energy Support Center, US Air Force menggunakan hampir 53 %  minyak dan produk-produknya khususnya untuk operasional pesawat-pesawat jet tempur canggih yang jumlahnya sangat besar.     Sementara itu, US Navy menggunakan minyak sebesar 32 %, disusul US Army sebesar 12 %.    Kebutuhan minyak akan membengkak manakala terdapat operasi-operasi militer berskala besar, seperti Perang Teluk dan perang melawan terorisme di  Afganistan.


Gambar 4.  Tren  produksi, konsumsi dan import Amerika Serikat tahun 1949-2010

Berdasarkan data dari US Energy Information Administration (EIA), produksi minyak dalam negeri Amerika Serikat berupa crude oil dan produk lain merupakan ketiga terbesar di dunia, yaitu mencapai 9,7 juta BOPD (Barrels Oil per Day).    Namun di sisi lain konsumsi minyak Amerika Serikat mencapai dua kali kelipatan angka produksinya, yaitu sekitar 19,1  juta BOPD dan merupakan yang terbesar di dunia.    Oleh karena itu, untuk memenuhi kekurangan pasokan, sekitar 49 % (9,4 juta BOPD), Amerika Serikat harus mengiimpor minyak dari luar negeri, terutama dari Canada (25%), Saudi Arabia (12%), nigeria (11%), Venezuela (10%) dan Mexico (9%).  Dalam kurun waktu 30 tahun ke depan, ketergantungan Amerika Serikat terhadap impor minyak dari negara lain kemungkinan akan tetap tinggi karena produksi dalam negeri yang cenderung menurun, disamping prediksi masa depan yang masih menempatkan minyak sebagai sumber utama energi di negara tersebut.


Untuk menjamin stabilitas pasokan minyak, Amerika Serikat berusaha menanamkan pengaruh ekonomi, politik dan militernya di negara-negara penghasil minyak dunia.    Perusahaan-perusahaan minyak Amerika Serikat seperti Chevron, ConocoPhilips, Shell, ExxonMobil dan BP bersaing untuk menguasai ladang-ladang minyak di negara-negara berkembang dan negara yang cadangan minyaknya besar.  Beberapa pengamat menyatakan bahwa pendekatan secara politik dan militer di berbagai misi dan operasi oleh Amerika Serikat juga dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan nasionalnya dalam menjamin stabilitas pasokan  dari negara sumber minyak.

Pertumbuhan  Konsumsi  Minyak Tertinggi Dunia
Cina adalah negara yang perkembangan ekonominya sangat fenomenal dalam beberapa dekade terakhir ini.  Sejak bergulirnya reformasi  pasar bebas (free market reform) pada tahun 1979, Cina telah berhasil mengubah tingkat ekonomi yang semula stagnan dengan berstandar hidup rendah menjadi raksasa ekonomi dengan pertumbuhan yang eksponensial.  GDP Cina, sejak dibukanya kran perdagangan dan investasi, telah meningkat dengan rata-rata per tahun 9,7 % dalam jangka waktu kurang dari 30 tahun atau sekitar 11 kali lebih besar dari sejak reformasi digulirkan.  




  Gambar 5.   Pertumbuhan GDP Cina meningkat secara eksponensial

Beberapa pengamat ekonomi menyatakan bahwa tingkat ekonomi Cina akan setara bahkan lebih dari ekonomi Amerika Serikat pada sekitar tahun 2016.     Namun konsekuensi dari perkembangan ekonomi  Cina yang pesat adalah meningkatnya kebutuhan  energi yang salah satunya bersumber dari minyak bumi.    Pertumbuhan konsumsi minyak Cina saat ini  adalah yang  tercepat di dunia (sekitar 16 %) dan merupakan 8,5 % dari konsumsi minyak dunia.    Pada tahun 1999  Cina hanya menggunakan  4,36 juta BOPD, kemudian meningkat menjadi 4,7 juta BOPD di tahun 2000 dan menjadi 6,5 juta BOPD pada tahun 2004.   Pada tahun 2020 konsumsinya diprediksi akan membengkak menjadi sekitar 18,5 juta BOPD atau hampir setara dengan kebutuhan minyak Amerika Serikat saat ini. 



Gambar 6.    Prediksi konsumsi minyak Amerika Serikat dan Cina hingga 2020.

Cina lebih mengedepankan penggunaan Soft Power berupa bantuan ekonomi dan diplomasi untuk menanamkan pengaruhnya, terutama di  negara-negara Afrika dan ASEAN (Pikiran  Rakyat, 23 November 2011).     Dengan cara ini, Cina lebih mudah diterima oleh negara-negara Afrika yang relatif miskin dan belum stabil secara ekonomi dan politik.   Di negara-negara ASEAN, Cina melakukan penetrasi melalui perdagangan dan industri dengan volume yang signifikan.   Cina dikenal mampu beradaptasi dan mengembangkan dengan berbagai jenis industri dari yang canggih seperti pesawat tempur dan Information Technology (IT) hingga jarum jahit yang berukuran sangat kecil.   Bagi Cina,  Afrika dan ASEAN memiliki nilai sangat strategis, karena umumnya negara-negara tersebut masih memiliki sumber daya alam yang kaya.  Secara geopolitik, Cina diprediksi akan menjadi  negara yang paling berpengaruh di Asia dan bahkan di dunia dalam beberapa tahun ke depan.

Persaingan antara Amerika Serikat dan Cina
Sejak berakhirnya perang dingin,  Amerika Serikat menjadi sangat dominan di bidang politik, ekonomi, budaya dan kekuatan pertahanan, namun munculnya Cina dari kawasan Asia sebagai kekuatan ekonomi baru memberikan balance sekaligus suatu ancaman serius bagi Amerika Serikat. Kemajuan ekonomi Cina memberi dampak internal berupa meningkatnya anggaran belanja pertahanan untuk mendukung modernisasi militer.   Cina bahkan secara mandiri mampu mengembangkan alat utama sistem senjata berupa pesawat-pesawat tempur canggih, peluru kendali dan kapal induk bahkan membangun stasiun luar angkasa untuk melindungi kepentingan-kepentingan nasionalnya.  Pesatnya kemajuan ekonomi dan militer Cina memunculkan persaingan,  kewaspadaan dan kecurigaan dari negara-negara lain, terutama Amerika Serikat dan mengakibatkan munculnya gesekan-gesekan kepentingan yang bisa mengarah kepada terjadinya perang dingin edisi kedua.    Insiden penempatan pasukan marinir Amerika Serikat di Darwin Australia pada saat pelaksanaan KTT ASEAN ke-19 di Nusa Dua Bali tanggal 17 November 2011 dipandang oleh beberapa pengamat militer sebagai upaya Amerika Serikat untuk memperluas pengaruh di Asia Pasifik, sekaligus memberikan warning dan  membatasi pengaruh Cina serta sebagai bukti nyata adanya gesekan-gesekan kepentingan antara dua negara tersebut.


Salah satu potensi permasalahan yang menjadi penyebab munculnya gesekan antar negara di masa depan adalah adanya persaingan energi akibat dari kelangkaan cadangan minyak bumi.   Walaupun minyak bukanlah satu-satunya sumber energi untuk menyokong perekonomian, namun sumber energi ini diperdiksi masih menjadi sumber utama dalam kurun waktu 30 tahun ke depan.   Untuk itu,  Amerika Serikat dan Cina ditenggarai mempunyai kebijakan Energy Security untuk  mengamankan akses pasokan minyak dari negara-negara utama penghasil minyak.  Negara-negara yang akan merasakan dampak dari persaingan antara Amerika Serikat dan Cina adalah negara-negara berkembang yang masih memiliki cadangan minyaknya masih cukup besar.

Think Globally Act Locally
Memahami perkembangan lingkungan global yang berkaitan dengan persaingan energi antar negara, khususnya Amerika Serikat dan Cina, memberikan gambaran betapa minyak sangat penting peranannya dalam kemajuan ekonomi dan kelangsungan hidup suatu bangsa.   Oleh karena itu, upaya-upaya dalam memanfaatkan secara optimal dan terukur terhadap sumber daya minyak yang ada agar ditingkatkan diiringi upaya pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan (eco friendly) dan dapat diperbaharui (renewable).  Disamping itu, sebagai negara berkembang yang berada dalam jangkauan pengaruh dari kedua negara tersebut, Indonesia harus dapat bersikap waspada dalam bertindak agar tidak terbawa oleh arus yang tidak menguntungkan. 


Dalam lingkup yang lebih sempit lagi, diharapkan pemahaman terhadap fakta bahwa minyak adalah sumber daya alam yang terbatas yang suatu saat akan habis,  dapat membangun kesadaran akan pentingnya bersikap bijak dalam mengelola dan menggunakan minyak.  Tindakan nyata yang dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan efektifitas penggunaan dan penghematan BBM dalam kehidupan-sehari-hari. Hal lain yang sangat mendasar adalah perbaikan dalam kebijakan dan regulasi penggunaan BBM yang harus terus dijalankan dengan tetap mencermati perkembangan lingkungan startegis.  Kalimat yang tepat untuk menggambarkan sikap tersebut adalah Think Globally Act Locally, memahami secara global dan melakukan tindakan nyata secara lokal untuk mencapai kondisi yang lebih baik.  (*Dari berbagai sumber/Irwansyah*)



Friday, February 17, 2012


Pembatasan BBM dan Teknologi RFID

Sekilas tidak ada kaitannya antara pembatasan BBM bersubsidi dengan teknologi RFID.    Pembatasan BBM lebih bernuansa politik ekonomi dan berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam mengatur  subsidi energi  agar tepat sasaran, sedangkan teknologi RFID yang saat ini masih kedengaran asing di Indonesia merupakan sebuah teknologi yang menggunakan radio frekuensi untuk identifikasi produk.     Namun, kerumitan dalam pengelolaan energi fossil ini membawa kita kepada pemanfaatan teknologi RFID untuk pengendalian BBM bersubsidi.

Pengendalian BBM Bersubsidi
Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang dicanangkan pemerintah salah satunya disebabkan oleh terbatasnya kemampuan produsen dalam negeri dalam menyediakan BBM dalam jumlah yang memadai.  Seperti yang telah dibahas pada tulisan di Majalah Dismatau edisi sebelumnya (berjudul “Sumber Daya Minyak, Benarkah Terbatas?),  konsumsi White Products seperti premium, solar, kerosene dan Avtur di Indonesia mencapai angka 1,3-1,4 BOPD (Barrels Oil Per Day)  atau lebih besar dari kapasitas kemampuan pengolahan minyak mentah (crude oil) yang hanya 1 juta  BOPD, sehingga selisihnya harus diimport dari luar negeri.   Lebih tragis lagi, dari total kapasitas pengolahan yang ada, sebanyak 40% bahan dasarnya (crude oil) adalah merupakan hasil import.     
Disisi lain, kebijakan pembatasan BBM juga dipengaruhi oleh kecendengan (trend) kenaikan harga minyak dunia.    Fluktuasi kenaikan harga dunia tidak hanya disebabkan oleh faktor fundamental, seperti  supply and demand, stok minyak dunia dan nilai valuta asing superior.     Faktor lain yang justru sangat besar pengaruhnya adalah kondisi  geopolitik negara-negara penghasil minyak, terutama negara-negara  Timur Tengah.     Dilihat dari sejarah perkembangan harga minyak dunia, pada awal tahun 1970-an harga minyak mentah dunia hanya berharga USD 3 per barel saja.     Sejak perang Arab-Israil pada tahun 1973, harga minyak meningkat 4 kali lipat menjadi USD 12 per barel.      Krisis Iran-Irak pada tahun 1979-1981 memperparah harga minyak hingga USD 35 per barel.     Harga minyak terus berfluktuasi antara USD 13 hingga 30 per barel dari tahun 1986 hingga 2000.   Puncak kenaikan harga minyak terjadi pada tahun 2008  sebesar USD 123 per barel.    Terpengaruh oleh krisis kepemimpinan di negara-negara Timur Tengah, saat ini harga minyak berfluktuasi disekitar angka USD 110/barel sampai dengan USD 120 per barel dan diprediksi akan mencapai angka USD 130 per barel di tahun 2013.   
Sebenarnya apa pengaruh fluktuasi harga minyak dunia terhadap harga minyak dalam negeri?   Pertama, Indonesia saat ini masih tergolong negara net importir minyak, sehingga kenaikan harga minyak dunia akan menjadi beban dalam penyediaan minyak dalam negeri.    Kedua,  Harga minyak di Indonesia masih disubsidi oleh pemerintah, sehingga melambungnya minyak dunia akan sangat membebani APBN.   Hingga saat ini harga BBM di Indonesia masih tercatat terendah di kawasan Asia Tenggara yang juga berarti bahwa subsidi energi yang harus ditanggung APBN masih sangat tinggi.   Kenaikan harga minyak dunia akibat krisis Timur tengah belakangan ini menyebabkan beban subsidi membengkak, karena asumsi harga minyak dalam penetapan APBN 2011 hanya sebesar USD 80 per barel.   
Sejauh ini untuk mengatasi permasalahan minyak, pemerintah telah melakukan kebijakan-kebijakan yang antara lain dengan mengurangi beban subsidi atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.    Tercatat sudah beberapa kali kenaikan harga BBM terjadi terutama terhadap premium, solar dan mitan.  Kebijakan menaikkan BBM merupakan pilihan yang sangat sulit, karena jika salah langka justru akan berakibat pada munculnya social and political unrest.   Namun dengan kondisi APBN yang tidak kompetitif, memelihara subsidi energi yang besar akan berakibat kepada terabaikannya pembangunan di bidang lain seperti pendidikan, infrastruktur dan kesehatan masyarakat.   
Menaikkan harga BBM berarti mengurangi subsidi yang harus ditanggung, sehingga ada anggaran kompensasi yang oleh pemerintah dapat diwujudkan dalam subsidi langsung BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan program ketahanan pangan seperti raskin, beasiswa pendidikan dan kredit usaha rakyat.     Namun di saat kebijakan menaikkan harga BBM menjadi semakin sulit, maka kebijakan pembatasan BBM bersubsidi menjadi alternatif pilihan.    Terlebih-lebih, disinyalir bahwa subsidi yang sudah berjalan bertahun-tahun di Indonesia telah salah sasaran, karena lebih banyak dari penikmat subsidi merupakan warga yang mampu membeli BBM non subsidi.    Dengan pembatasan BBM bersubsidi diharapkan pemberian subsidi dapat tepat sasaran dan sebagian masyarakat dapat beralih menggunkan BBM non subsidi, seperti Pertamax, Pertamax Plus dan Bio Pertamax.
Mengatur pembatasan BBM bersubsidi tidaklah mudah.    Dengan budaya masyarakat Indonesia saat ini, orang akan melakukan berbagai cara agar tetap dapat memperoleh BBM dengan harga subsidi.    Oleh karena itu, perlu cara agar pembatasan dapat berjalan dengan akurat dan tepat.   Kajian penggunaan teknologi identifikasi,  akhirnya menjadi harapan untuk meningkatkan akurasi pengaturan kuota atau jatah BBM terutama bagi angkutan umum.     Ada tiga jenis teknologi yang rencananya akan digunakan dalam pembatasan BBM bersubsidi, yaitu Barcode, Smart card dan RFID.     Dari ketiganya, teknologi RFID masih kedengaran asing di Indonesia, walaupun di negara-negara maju teknologi ini sudah cukup luas penggunaannya terutama di bidang industri.  Agar lebih mengenal teknologi RFID, perlu sedikit penjelasan tentang apa itu RFID dan bagaimana bisa RFID digunakan untuk mendukung pembatasan BBM bersubsidi di Indonesia.

Perkembangan RFID
Perkembangan teknologi identifikasi diawali dari adanya kesulitan dalam mengenali dan mengendalikan produk dengan jumlah yang besar dalam waktu yang singkat. Pesatnya perkembangan teknologi ini sejalan dengan perkembangan komputer dari perusahaan International Business Machines (IBM).   Sebelum ditemukan Barcode, proses sensus penduduk dan inventory control  di Amerika menggunakan cara manual dengan menempatkan orang dalam lingkaran kegiatan.    Selain memakan waktu yang lama, proses manual ini juga mempunyai resiko human error akibat keletihan dan hilangnya konsentrasi.
Embrio barcode dikenal dengan nama Bull’s-eye code yang diciptakan oleh Norman Woodland pada tahun 1948.   Bull’s-eye code merupakan kumpulan garis berbentuk lingkaran simetris dengan ketebalan berbeda-beda yang mewakili data-data identifikasi produk.   Karena teknologi laser saat itu masih sangat mahal maka sebagai scanner digunakan lampu RCA berkekuatan 500 watt yang dapat men-scan kode dari berbagai arah.   Namun produk ini kurang diminati pasar karena tidak efisien dan berharga mahal. 
                                                           Source: Shepard, 2005
Gambar 1.  Contoh bentuk Bull’s-eye code
Pada tahun 1966, Woodland yang bekerja di bagian riset IBM menciptakan UPC (Universal Product Code), yaitu sistem pengkodean  untuk aplikasi Linear Barcode di bidang industri.    Barcode yang merupakan terdiri dari kumpulan baris vertikal dengan tebal bervariasi mulai meluas digunakan di industri groseri dan retail pada tahun 1972.     Sistem serupa juga berkembang di Jepang dengan nama JAN (Japanese Article Number) dan di Eropa dengan nama EAN (European Article Number).      Keduanya sama-sama menggunakan Linear Barcode namun mempunyai jumlah kode digit yang berbeda.




                            
                                                 Source: Burke, 1984
            Gambar 2.  Contoh Linear Barcode

Teknologi Identifikasi semakin maju setelah ditemukan dan dikembangkan RFID.   RFID atau Radio Frequency Identification secara otomatis  dapat mengenali data digital yang tersimpan dalam tag atau smart label.    Tidak seperti Linear Barcode yang menggunakan optical scanning, RFID menggunakan frekuensi radio untuk mentransmisi data dari tag atau smart label ke software komputer.
Pada dasarnya sistem RFID terbagi menjadi 3 (tiga) komponen yaitu Tag atau ResponderReader atau Interrogator dan Host Computer.   Tag merupakan sebuah chip berisi Integrated Circuit (IC) dan coupling element.  IC atau microchip dilengkapi memory  yang  dapat diisi dengan data tentang spesifikasi barang atau produk.    Sedangkan  coupling element  adalah antenna yang menangkap informasi dari tag.     Ukuran tag bervariasi,  mulai dari yang hanya berupa label hingga berbentuk sebuah perangkat yang cukup besar.   Tag biasanya ditempelkan (embedded) atau diinstalasi pada produk, kendaraan atau kemasan barang yang diidentifikasi.



Gambar 3.   Contoh sederhana sebuah tag.

Reader merupakan sebuah alat yang dapat mengenali dan memproses data pada tag.    Komponen dasar sebuah reader adalah transmitter- receiver yang memproses frekuensi radio (RF), digital signal processor dan antenna.   Reader  sederhana hanya dapat menangkap satu sinyal saja dari tag, namun reader yang kompleks dapat menangkap banyak sinyal dari tag yang berkeliaran di dalam radius efektifnya (multiple-tags reading).     
Gambar 4.  Contoh sebuah Interrogator

Perangkat penting lainnya adalah Host Computer yang berupa hardware dan software yang menjadi otak pengolahan data.   Tingkat kemampuan aplikasi software yang dibuat tergantung dari kompleksitas pekerjaan yang dibebankan kepada sistem  RFID.   Semakin  beragam data yang harus diolah, maka semakin besar dan rumit database yang diperlukan.    Disamping mengelola data, aplikasi software juga memuat enkripsi untuk kode pengamanan data, sehingga bisa diaktifkan melalui  keyword atau password untuk mengakses (decrypt)  data pada RFID.
RFID beroperasi dalam luasan frekuensi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan.   Low Frequency (30 -300 KHz) umumnya digunakan untuk aplikasi dengan radius pendek seperti anti-theft system.   Untuk radius operasi yang lebih luas, RFID menggunakan High Frequency (3-30 MHz) yang umumnya digunakan pada smart card/label dalam industri dan tracking bagasi pada perusahaan transportasi.    Kegiatan warehousing dan supply chains biasanya menggunakan Ultra High Frequency dan Microwave Frequency (300 Mhz-3 GHz).

Cara Kerja Sistem RFID
Sistem  RFID sederhana saat ini dikenal sebagai EAS (Electronic Article Surveillance) yang  banyak diaplikasikan di pusat perbelanjaan modern untuk mengamankan produk-produk agar tidak keluar sebelum dilakukan pembayaran di kasir (anti-theft system).   Tipe tag yang biasanya melekat pada produk pakaian ini  berjenis 1-bit tag yang artinya data yang dimiliki hanya mempunyai 2 state, yaitu 1 (tag terbaca oleh reader) dan 0 (tag tak terbaca oleh reader).    Ketika seseorang yang diduga pencuri membawa barang ke luar area pertokoan tanpa melalui kasir, maka sinyal radio dari interrogator akan mengaktifkan tag pada barang tersebut dan mentransmit data yang akan mengaktifkan detektor suara atau alarm.
Gambar 5.  Prinsip kerja EAS

Sistem RFID untuk operasi yang lebih rumit biasanya menggunakan tag dengan tipe n-bit.   Misalnya tag untuk pembatasan BBM yang direkatkan atau diinstalasi pada kendaraan umum pengguna BBM bersubsidi.     Pada saat kendaraan umum memasuki radius operasi interrogator (sekitar 10 meter atau lebih), maka sinyal frekuensi radio akan mengaktifkan embedded tag kemudian akan dipantulkan kembali berupa frekuensi yang berisi data yang akan ditangkap kembali oleh interrogator.    Data kendaraan umum  yang akan terbaca di host computer kemungkinan berisi spesifikasi dan nomor kendaraan, quato atau jumlah jatah BBM yang diperbolehkan dan sisa quota BBM subsidi yang masih bisa diambil.   Dengan data tersebut, petugas SPBU akan mengetahui bahwa kendaraan umum tertentu telah melebihi jatah pengisian BBM bersubsidi, sehingga pengaturan jatah BBM dapat dilaksanakan.
Gambar 6.   Prinsip kerja RFID dengan  multi-tag reader

Di negara maju RFID sudah diaplikasikan luas di banyak bidang, antara lain retail, industri, bisnis logistik  dan militer.    Di bidang  ritel, RFID digunakan sudah lebih dahulu sebagai bagian dari inventory control dan security barang-barang di pusat perbelanjaan berskala besar.    Sedangkan di dunia industri penggunaannya berkaitan dengan integrasi pengelolaan data dalam rantai produksi (supply chains) sebuah produk.    Bisnis logistik memanfaatkan teknologi RFID selain untuk memudahkan identifikasi dan pengelolaan data barang juga sebagai material tracking devices.     Dunia militer merupakan pengguna RFID yang cukup luas dan beragam, terutama dalam  asset  and vehicle tracking dalam pengelolaan logistik militer.

Teknologi RFID memang cukup menjanjikan dalam membantu pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi di Indonesia.   Namun teknologi apapun tidak akan banyak memberikan manfaat jika tidak diawaki oleh orang-orang yang beritikad baik.   Begitu teknologi ini dirasa menghambat kepentingan segelintir orang, maka akan ada ribuan cara mengakali agar sistem tidak berjalan dengan optimal.    Oleh karena itu diperlukan  tidak hanya pelatihan bagaimana mengoperasikan sebuah aplikasi teknologi, namun diperlukan suatu komitmen dan disiplin agar tujuan dari penggunaan teknologi tersebut dapat tercapai.   Wassalam. 

Wednesday, February 01, 2012

Opinion

Irwansyah-Ninety-Seven

Experienza

Irwansyah-Ninety-Seven

ABOUT

Irwansyah-Ninety-Seven

GAME ZONE

Irwansyah-Ninety-Seven

AFB

Irwansyah-Ninety-Seven

Interesting Videos

Irwansyah-Ninety-Seven

News in Pictures

Irwansyah-Ninety-Seven

Sumber Daya Minyak, Benarkah Terbatas?

Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting saat ini yang menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi di hampir semua negara di dunia. Penemuan dan pemanfaatan minyak bumi berkembang sejak awal abad ke-20 seiring dengan ditemukannya mesin-mesin produksi dan kendaraan yang mengakibatkan terjadinya revolusi industri. Dewasa ini, white produk minyak bumi seperti premium, solar, minyak tanah dan avtur masih merupakan kebutuhan utama dunia. Satu hal yang perlu disadari bahwa minyak bumi adalah sumber daya yang tak terbarukan (unrenewable) dan bersifat given sehingga suatu saat pasti akan habis. Bayangkan jika minyak bumi ludes di seluruh muka bumi, maka akan berakibat pada mandeknya kegiatan produksi, ekonomi akan mengalami chaos dan negara-negara kuat akan saling berlomba memperebutkan sisa deposit minyak yang ada, sehingga kemungkinan kolonialisme dan perang dunia akan kembali terulang. Bukankah salah satu pendorong utama terjadinya imperialisme adalah karena pencarian dan perebutan sumber daya alam? 


Saat ini minyak bumi sudah semakin terbatas jumlahnya. Krisis minyak dunia yang menyebabkan melambungnya harga minyak bumi merupakan salah satu indikasinya. Menurut statistik dapat diketahui dengan jelas bahwa produksi minyak bumi dunia dari tahun ke tahun semakin menurun. Dilain pihak konsumsi dunia terhadap minyak bumi terus bertambah, sehingga terjadi defisit. Dari tabel di bawah dapat terlihat bahwa dari tahun 1980 hingga tahun 2006, produksi crude oil (minyak mentah) tidak pernah melebihi konsumsinya dan cenderung semakin berkurang setiap tahunnya.


 Indonesia pernah mengalami masa keemasan sejak tahun 1980-an dimana produksi minyak mentah rata-rata melebihi 1,4 juta BOPD (Barrels oil per day) dan ekspor migas merupakan primadona bagi income / pendapatan negara. Namun sejak krisis minyak dunia yang diikuti dengan krisis multidimensional pada tahun 1998, produksi dan ekspor migas Indonesia secara drastis menurun dan menyisakan permasalahan-permasalahan di bidang ekonomi dan politik dalam negeri. 

Saat ini kapasitas atau kemampuan olah minyak mentah (crude oil) di kilang-kilang Indonesia adalah sebesar rata-rata 1 juta BOPD. Namun hanya 60 % (600.000 BOPD) saja minyak mentah yang dihasilkan dari dalam negeri, sedangkan sisanya sebanyak 400.000 BOPD harus diimport dari luar negeri untuk menjaga agar seluruh kapasitas pengolahan dapat beroperasi. Sementara itu, konsumsi rata-rata white produk, seperti premium, solar, kero dan avtur) rata-rata sebesar 1,3-1,4 juta BOPD, sehingga sisa kebutuhan harus juga diimport dari luar negeri.  

Krisis Minyak dan Hubbert’s Peak 
Fakta bahwa minyak bumi sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan akan habis dalam waktu tertentu tidak dapat dihindari. Pada saat produksi minyak dunia mencapai puncaknya, maka jalan menuju krisis energi resmi dimulai. Prediksi tentang kapan puncak produksi terjadi penting diketahui oleh sebuah perusahaan minyak, negara bahkan dunia, agar antisipasi terhadap krisis dapat dilakukan secara dini. Seorang geofisikawan, M. King Hubbert membuat metode analisa yang ikenal dengan Hubbert’s Peak, untuk mengetahui kapan puncak produksi minyak terjadi. Hubbert memperkirakan bahwa produksi minyak dari suatu reservoir mula-mula akan naik hingga mencapai puncaknya sebanyak 50 %, kemudian sisa 50% lagi akan turun sebagai kebalikan dari trend sebelumnya sampai kandungan minyaknya benar-benar habis. Pada tahun 1956 Hubbert pernah memprediksi bahwa puncak produksi minyak di Amerika Serikat terjadi pada tahun 1970 dan puncak produksi dunia pada tahun 1995-2000. Namun ketepatan prediksi Hubbert bisa saja meleset beberapa tahun ke depan, jika terjadi penundaan produksi akibat dari kejadian-kejadian tak terduga seperti krisis moneter, perang dan resesi ekonomi.
 

Prediksi Cadangan Minyak Indonesia 
Berdasarkan data dari kegiatan perminyakan yang telah dan sedang berjalan di Indonesia, puncak produksi minyak (Hubbert’s Peak) di Indonesia terjadi sekitar tahun 1977 dengan produksi sebanyak 1,65 juta barrel per hari. Setelah tahun 1977 produksi minyak cenderung menurun dengan fluktuasi antara 1,25-1,35 juta barrel per hari. Bahkan sejak tahun 2004, produksi terjerembab di bawah 1 juta barrel per hari. 

Berapakah cadangan minyak bumi Indonesia saat ini? Menurut data dari Bappenas, cadangan minyak mentah Indonesia saat ini hanya sebesar 8,2 miliar barrel. Dengan data kapasitas pengolahan crude oil sebesar 1 juta barrels per day, maka dapat diperoleh tingkat produksi maksimal pertahun sebesar 1 x 365 barrel/tahun, sehingga cadangan yang ada akan habis dalam waktu (8.200.000.000 / 365.000.000) = 22,4 tahun. Angka tersebut diperoleh dengan asumsi tidak ditemukan sumur-sumur minyak baru di Indonesia yang secara signifikan dapat meningkatkan/mempertahankan produktivitas. Saat ini sumur-sumur minyak di Indonesia sebagian besar (70%) sudah kurang produktif dan kegiatan eksplorasi sumber baru sangat minim dikarenakan mahalnya biaya dan terbatasnya skill yang dimiliki.  

Keaanggotaan Indonesia dalam OPEC 
Kebenaran analisa dengan menggunakan Hubbert Peak untuk produksi minyak di Indonesia dapat terbukti dari menurunnya produksi minyak sejak tahun 1970-an. Akibatnya juga dapat dilihat pada keanggotaan Indonesia dalam OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries), yaitu organisasi negara penghasil minyak bumi. Indonesia masuk sebagai anggota OPEC sejak Desember 1962 pada saat produksi minyak sedang menuju puncaknya dengan kewajiban membayar sekitar USD 2 juta untuk keaggotaan tahunan. Namun sejak tahun 2002, Indonesia sudah tidak mampu memenuhi kuota produksi minyak yang ditetapkan OPEC, bahkan sejak tahun 2006 Indonesia yang semula sebagai pengekspor terpaksa menjadi net importer. Kondisi tersebut memaksa Indonesia keluar dari keanggotaan OPEC pada Mei 2008 dan bertahan sebagai importer untuk memenuhi sekitar 40% kebutuhan minyak domestik hingga sekarang.  

Cadangan Baru dan Energy Alternatif 
Penelitian terhadap cadangan minyak bumi di wilayah Indonesia sampai saat ini masih dilaksanakan guna meningkatkan produksi minyak bumi dan memenuhi kebutuhan domestik. Menurut hasil penelitian, ada beberapa wilayah di Indonesia yang diduga mempunyai cadangan minyak bumi dan gas yang cukup besar, seperti di Aceh Barat dan Banyu Urip Cepu. Sebagai contoh, menurut BPPT yang melakukan survey geologi dan geofisika kelautan, di Aceh Barat diduga mengandung cadangan migas dengan volume maksimal sebesar 321 milliar barrel dengan cadangan minyaknya diperkiran sebesar 53 milliar barrel. Jika data dari penelitian geologi dan seismik tersebut terbukti (proven), maka akan dapat memberikan income kepada negara dengan jumlah yang cukup significan. 

Disamping terus berupaya melakukan pencarian cadangan minyak bumi, upaya mencari energi alternatif juga perlu dilakukan guna mengantisipasi krisis energi. Salah satu sumber energi selain minyak bumi adalah gas alam yang menurut data dari Bapennas masih dapat dimanfaatkan hingga 62 tahun ke depan (2072). Sedangkan berdasarkan analisa dengan menggunakan Hubbert Peak, produksi gas alam Indonesia masih belum mencapai puncaknya dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa puncak produksi gas akan dicapai sekitar tahun 2030, yang artinya sumber daya gas alam masih sangat menjanjikan sebagai sumber energi masa depan di Indonesia.


Dengan adanya keterbatasan sumber daya yang berasal dari fossil (fossil fuels) seperti minyak, gas, batubara dan panas bumi, maka saat ini dunia sedang beralih kepada pencarian sumber energi alternatif berupa pemanfaatan sumber daya energi yang terbarukan (renewable), seperti energi matahari, angin, air dan bioenergi. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian ESDM tahun 2010, Indonesia mempunyai potensi daya tenaga air 75.760 MW atau setara dengan 845 juta barel minyak. Sedangkan energi panas bumi di Indonesia yang merupakan 40% cadangan dunia tersedia sebesar 28.0000 MW atau setara dengan 219 juta barel minyak serta potensi energi biomassa sebesar 49.810 MW dan minihidro sebesar 450 MW. Namun sampai saat ini penelitian dan pengembangan energi alternatif masih memerlukan perhatian dari pemerintah untuk bisa dikembangkan dan digunakan secara luas di Indonesia.  

Enegy Awareness 
Pembangunan suatu bangsa dan negara tidak akan terlepas dari ketergantungan terhadap energi. Dengan adanya fakta bahwa sumber daya tak terbaharukan sangat terbatas terutama minyak bumi dan gas, maka perlu ditumbuhkan kesadaran tentang pentingnya kepedulian terhadap energi. Kondisi ini direspon dengan baik oleh pemerintah dengan menggulirkan beberapa program dan kebijaksanaan yang sadar energi. Salah satu program yang sedang berjalan adalah konversi minyak ke gas yang telah dimulai sejak 2007 lalu, walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kekurangan. Disamping itu ada pula kebijaksanaan penghematan BBM dan energi serta pengembangan bio energi yang dijalankan pemerintah guna menghadapi kemungkinan krisis energi. Oleh karena itu, guna kelanjutan pembangunan bangsa dan negara ini tidak ada pilihan lain bagi kita selain ikut mendukung program dan kebijaksanaan pemerintah. 
BBM memang merupakan energi penggerak kegiatan operasional, sehingga keberadaannya sangat penting bagi kelangsungan pelaksanaan tugas pokok. Walaupun dihadapkan dengan anggaran yang terbatas, diharapkan tugas-tugas operasional tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dengan tetap melaksanakan penghematan penggunaan BBM di setiap kegiatani. {Dari Berbagai Sumber/Irw}

Friday, July 31, 2009

Refresh Your Mind....

Irwansyah-Ninety-Seven

Green little Bridge, Brunswick, Victoria, Australia (OZ's)

Wan'na pose with me Guy??? Swanston Rd, Melbourne

Clear air in Saint Kilda Beach, Melbourne

Konsep Reliability

Irwansyah-Ninety-Seven Menjelaskan konsep reliability kepada awam memang agak jlimet, karena pada dasarnya nilai keandalan suatu komponen atau sistem itu merupakan perhitungan probabilitas waktu (main time between failure). Let's make it easier!!! Sebuah komponen dikatakan handal atau mempunyai tingkat keandalan tinggi (reliability) jika dapat berfungsi atau bekerja sesuai dengan desain performa pada rentang waktu yang telah ditetapkan. Let's say.. sebuah bohlam lampu didesain untuk dapat bertahan menyala selama 1000 jam. Namun baru sekitar 250 jam lampu tersebut sudah putus dan tidak bisa menyala kembali. Bisa dikatakan bahwa keandalan lampu hanya 250/1000 saja atau 0.25 saja. Ingat bahwa nilai keandalan tidak pernah lebih dari 1 (antara 0 s.d. 1) Gambaran perhitungan keandalan pada komponen yang homogen dapat dicontohkan pada 1000 bohlam lampu yang sedang diuji di laboratorium dalam kurun waktu yang ditetapkan sebesar 1000 jam. Misalnya dari 1000 bohlam lampu terdapat 725 lampu yang dapat tetap menyala dalam 1000 jam, maka dapat dikatakan bahwa keandalan lampu tersebut dalam kurun waktu yang ditetapkan sebesar 725/1000 atau 72,5. Keandalan suatu sistem akan lebih kompleks lagi mengingat suatu sistem terdiri dari sub-sub sistem dan komponen, serta setiap sub sistem terdiri dari sub-sub sistem dan komponen, atau dengan kata lain sistem bisa disusun oleh banyak komponen dan sub-sub sistem yang saling terkait. Setiap komponen tentu mempunyai riwayat penggunaan yang semestinya tercatat dan termonitor dalam buku lognya. Beberapa konsep hubungan sub sistem/komponen dalam suatu sistem seperti seri, paralel dan redudancy akan sangat penting dipahami sebelum melangkah ke penghitungan nilai keandalan sistem (system reliability). (Just for Fun..., Don't be too serious..)

Monday, July 27, 2009

Things Fail (2): Keandalan Sistem (System Reliability)

Irwansyah-Ninety-Seven Keandalan sistem adalah probabilitas suatu peralatan, sistem, atau komponen akan berfungsi dengan baik pada saat dibutuhkan dalam suatu misi atau tugas operasi di waktu tertentu. Keandalan suatu sistem akan cenderung menurun seiring bertambahnya umur atau masa pakai subsistem dan komponen penyusunnya. Definisi lain keandalan antara lain :
  1. The reliability of a system is the probability that a component, device, equipment, or system will perform its intended function for specified period of time under a given set of conditions (Lewis,E.E,”introduction to Reliability Engineering”, John Wiley & Sons,Inc,new York, 1987, hal.1).
  2. The reliability of system is called its capacity for failure free operation for a definite period of time under given operating conditions, and for minimum time lost for repair and preventive maintenance (Govil, A.K., ”Reliability Engineering”, Tata Mc Graw-Hill, Publ, New Delhi, 1983, hal.6).

Panjang atau pendeknya usia suatu peralatan sangat tergantung kepada proses design peralatan sebelum dilaunching ke pengguna. Penetapan usia pakai (lifetime) yang erat kaitannya dengan keandalan sistem biasanya dilaksanakan melalui serangkaian pengujian antara lain uji design, prototyping, uji fungsi dan materiil melalui percobaan laboratory maupun lapangan. Namun tidak semua produsen peralatan memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan investasi dalam prelaunch experiment. Ada juga produsen yang membuat barang asal jadi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keandalan (reliability) yang mengakibatkan rendahnya keandalan sistem pealatan di tangan pengguna. Eksperimen keandalan sistem juga berkaitan dengan warranty yang diberikan produsen kepada user. Makin tinggi keandalan produk, makin berani produsen menetapkan warranty yang cukup lama untuk usernya. Produsen yang bermain-main dengan warranty dan kualitas barang akan menghadapi kerugian secara ekonomis karena harus menaggung akibat dari warranty yang diberikan, begitu pula user harus menanggung kerugian karena kegagalan (failure) peralatan yang mereka pakai.

(No Pain No Gain)

Monday, June 29, 2009

Things Fail (1)

Tahukah anda mengapa barang-barang di sekitar kita mengalami kerusakan atau kegagalan fungsional???

Dalam keseharian kita sering kita mengalami fenomena dimana peralatan atau gadgets kita tiba-tiba ngadat? lampu di kamar tiba-tiba padam? atau kendaraan kita tiba-tiba mogok ditengah jalan. Atau tiba-tiba pesawat yang kita tumpangi harus mengalami pendaratan darurat (crash landing).
Jangan anda terkejut karena fenomena tersebut adalah hal biasa, namun harus kita pahami agar kejadian tersebut tidak menghambat kegiatan kita sehari-hari atau bahkan membahayakan nyawa kita. Jawaban singkatnya karena semua barang atau mahluk yang ada di dunia ini punya life time. Life time akan terkait dengan kemampuan alat melaksanakan tugasnya dengan handal (reliability). Mari kita tunggu posting berikutnya tentang penjelasan hal-hal tersebut.....

Wednesday, June 24, 2009

Wellcome Letter

Wellcome to a blog that made to inform you about anything relates to Logistics. We will share knowledge and experience in dealing with logistics in order to get a better understanding about our logostics-related works. Do not hesitate to give your comments because we altogather will discuss them as inputs to make our work better. In addition we gonna talk about 'change', its hindrances and benefits. Logistics is a dynamics thing so it must be changed as time asks for it. Thanks